Sabtu, Juli 26, 2008

YLSM



HAK ULAYAT MILIK MARGA, BUKAN MILIK SUKU DAN NEGARA BERDASARKAN SEJARAH ADAT ASAL USUL MARGA PAPUA BARAT DI SEKITAR AREAL KONSESI PT. FREEPORT INDONESIA, PAPUA BARAT

Oleh:
Itawadimee Servius Kedepa, Ketua YLSM Komopa
PANDANGAN UMUM

Menurut asal suku bangsanya, suku Mee dan Suku Moni berasal dari “PUPU PAPA” Bagian Timur Pegunungan Tengah Papua Barat. Bukti asal-usul sejarah adat per Marga Papua Barat, yang menghuni di sekitar areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura kurang lebih 150 (seratus lima puluh) Marga, baik itu dari Suku Amungme, suku Moni maupun suku Mee.

Ada kurang lebih 22 (Duapuluh Dua) marga dari gabungan suku (Amungme, Moni dan Mee) yang menghuni di WASE atau disebut BANTI Tembagapura seperti: Marga Wamuni, Natkime, Jamang, Jupinii/Pakage, Beanal/Dogopia, Bukaleng, Omabak, Omaleng, Janampa/Nakapa, Magal, Jangkup/Jawejagani, Abugau, Uwamang, Diwitau, Dimpau, Metegau, Bonmang, Jundang, Magai/Yogi, Kedepa/Kogopa/Kobepa, Metang, Awalak dan lain-lain yang menghuni di bagian Selatan terdekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon.

Ada kurang lebih 47 (empat puluh tujuh) marga dari suku Moni seperti: Belau, Sondegau, Bagubau, Zagani, Wandagau, Ugimpa, Tipagau, Kobogau, Duwitau, Dimpau, Hanau, Zani, Zoani, Selegani, Bilampani, Abugau, Mbuligau, Sinipa, Gayamopa, Mayani, Tigau, Zanampani, Hogazau, Mazau, Puzau, Sujau, Agimbau, Nagapa, Somou, Japugau, Hagimuni, Maizeni, Hagisimizau, Zonggonau, Kayampa, Widigipa, Ematapa, Holombau, Muzizau, Emani, Nulini, Tapani, Nambagani, Naeyagau, Waeyapa, Bagau, dan Miagoni yang menghuni di bagian Utara terdekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat.

Sedangkan 47 (empat puluh tujuh) Marga dari suku Mee (Ekagi) terdiri dari: Kedepa, Kogopa, Kobepa, Nakapa, Tenouye, Bunai, Kadepa, Yatipai, Nawipa, Kogii, Gobay, Degei, Yogi, Muyapa, Dogopia, Yeimo, Kudiai, Nabelau, Umitaapa, Muniipa, Wageepa, Yumai, Yobee, Kogaa, Magay, Tobay, Edowai, Uti, Dawaapa, Adii, Pigai, Anoka Kayame, Yukei, Mote, Ogetai, Tatogo, Boma, Pigome, Koto, Apoga, Madai, Tebay, Obaipaa, Tekege, Takimai, dan Youw yang menghuni di bagian Barat dekat Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat.

Ada kurang lebih 43 (empat puluh tiga) marga lain yang menghuni di bagian Barat jauh dari Gunung Grasberg dan Danau Wanagon areal konsesi PT. Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua Barat, yakni: Giay, Agapa, Pekey, Do, Pakage, Tagi, Tibakoto, Dukoto, Kedeikoto, Dogomo, Pinibo, Waine, Wakei, Petege, Makai, Anouw, Kegiye, Kegouw, Dimi, Butu, Tigi, Auwe, Kegaakoto, Ukago, Iyowau, Ikomouw, Gane, Bukegaa, Wogee, Mekei, Deba, Dumapaa, Boga, Pugiye, Kuwayo, Kamo, Tameyai, Nokuwo, Iyoupaa, Giyaipaa, Kotouki, dan Bobii.

Mereka (kurang lebih 150 marga) seperti tersebut diatas menuju ke wilayah Paniai menjadi pemilik wilayah adat dan hak ulayat di lembah Yabo, Aga, Degeuwo, Bogo, Uwodege, Eka, Weya, Yawei, Pugo, Daka/Dama, Duma/Dogomo, Yewa, Boma, Aroanop, Banti dan lain-lain melalui 3 (Tiga) Pintu Utama, yakni Kelompok Marga Wodaapa langsung lewat Pintu Barat Punggung Grasberg-Wanagon, Kelompok Marga Yupi/Maki menuju Paniai melalui Pintu Utara Grasberg-Wanagon, dan Kelompok Marga Madouw menuju Paniai melalui Pintu Selatan Grasberg-Wanagon. Ada marga yang keluar langsung dari gunung terkaya yang satu ini (PUYA PIGU/GRASBERG), ada marga yang datang dari kampung lain dan menetap di Wase dan ada marga lain yang langsung saja melewati di sekitar gunung tersebut. Mereka semua punya kepentingan tuntutan yang sama kehadapan Pemerintah dan PT. Freeport Indonesia yaitu untuk mendapatkan SAHAM PT. FREEPORT.

Masyarakat Adat Agadide telah melakukan UPACARA ADAT KESELAMATAN DAERAH KERAMAT di Togogei, 29-30 Juli 1999, Desa Yabomaida untuk menyampaikan aspirasinya kepada NKRI melalui Pemerintah Daerah Paniai, Mimika dan PT. Freeport Indonesia. Berdasarkan Rekomendasi Gubernur Provinsi Papua No.: 593/1288/SET 3 Maret 2003 di Jayapura tentang Pengurusan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di sekitar areal konsesi PT. FI, maka aspirasi tersebut yang berisi: BANTUAN FREEPORT DIBAGI 3 (TIGA) SUKU MELALUI 4 (EMPAT) PINTU ini telah diusulkan kepada pimpinan PT.FI melalui Pemda Mimika, Paniai dan Gubernur Provinsi Papua di Jayapura. Gunung Grasberg-Danau Wanagon adalah DAERAH KERAMAT BERSAMA SUKU AMUNGME (TIMUR), SUKU MONI (UTARA dari PUYAPIGU:UGIMPA-HOMEYO), SUKU MONI (SELATAN dari PUYA PIGU:WASE-MILE 50-DUMADA-BOUWO-KALI YAWEI) DAN SUKU MEE (BARAT dari PUYA PIGU-MINABUA:DEGEUWODIDE-AGADIDE-YABODIDE-EKADIDE-WEYADIDE) berdasarkan sejarah adat yang berlaku di sekitar areal konsesi PTFI di Tembagapura. Proposal Bantuan Dana Sosialisasi Program Empat Pintu telah diajukan kepada Bupati Mimika dengan No. Agenda: 1438 12-11-2003 di Timika dengan tembusannya disampaikan kepada Bupati dan Ketua DPRD Paniai di Enarotali, Ketua DPRD Mimika di Timika, KA. BPN Provinsi Papua di Jayapura, Ka Badan KESBANG Provinsi Papua di Jayapura, KABAWASDA Provinsi Papua di Jayapura dan CDD/CLO PT. FI untuk memfasilitasi Pengurusan Hak Ulayat yang diajukan oleh masyarakat adat yang menghuni di sekitar areal konsesi PTFI di Tembagapura, Papua Barat. Salah satu diantaranya adalah TUNTUTAN HAK ULAYAT MARGA WAMUNI di Wase.

Batas wilayah kesatuan hidup Suku Amungme, Suku Moni dan Suku Mee di sekitar areal konsesi PT.FI terdekat adalah antara Mile 50-Wase (Desa Wase/Banti), Timika (Mimika Pantai-Mimika Kaki Gunung), Aroanop-Duma/Dogomo, Dama/Daka, Bouwo, Yaweidide Timur, Ogiyaidimida, Siriwo, Maniwo, Kaitakaida, Tomosiga, Gunung Gergaji, Ugimpa, Stinga, Hoya kembali ke Timika, Mile 50-Wase (Desa Wase/Banti) wilayah adatnya adalah MILIK MARGA, bukan MILIK SUKU DAN NEGARA.

Pemerintah NKRI, Pimpinan PT. Freeport McMoRan Copper & Gold Inc., dan PT. Freeport Indonesia masih belum memberikan SAHAM bagi Marga Wamuni sebagai pemilik Hak Ulayat WASE di Tembagapura. Pihak Amerika, Indonesia dan Suku Amungme-Kamoro sudah makan dari hasil produksi tembaga & emas di Tembagapura. Tetapi Marga Wamuni dari Wase suku Moni Selatan Grasberg-Wanagon masih belum merasakan hasil sedikitpun juga. Oleh karena itu, tingkat marga segera diberikan SAHAM sebagai tanda pengakuan dan penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia dari pihak Pemerintah NKRI dan PT.FI sebagai Negara-negara yang mempromosikan Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi.

SAHAM tingkat Marga segera diberikan kepada Marga Wamuni dan Marga-Marga lain di sekitar areal konsesi PT.FI di Tembagapura selain Suku dan Negara yang sudah disepakati dalam MoU melalui LEMASA dan LEMASKO di Amerika Serikat tahun 2000 yang lalu. Karena pada mulanya, yang menemukan dan memberikan nama lembah, gunung, kali, rawa, jenis-jenis flora dan fauna di dalam wilayah kesatuan hidup per marga di sekitar areal konsesi PT.FI adalah MARGA itu sendiri sesuai hukum adat secara tidak tertulis yang berlaku di Papua Barat.

REKOMENDASI:

Semua pihak yang berminat menanamkan SAHAM di dalam wilayah adat kepemilikan MARGA seperti tersebut diatas supaya menyediakan dana khusus untuk kepentingan Marga sebagai pemilik Hak Ulayat.
Oleh karena itu, Mr. J. R. Mofett segera menyiapkan tiga lembar SAHAM melalui konsultasi pemerintah NKRI di Jakarta, Provinsi Papua, Pemda Mimika dan Pemda Paniai, yakni:
1. SAHAM BAGI NEGARA SEBAGAI PENGUASA NKRI.

2. SAHAM BAGI SUKU SEBAGAI PENGUASA PEMERINTAH ADAT DI WILAYAH PAPUA BARAT.

3. SAHAM BAGI MARGA SEBAGAI PEMILIK TANAH ADAT DAN HAK ULAYAT UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT DI SEKITAR AREAL KONSESI PT.FI DI TEMBAGAPURA, PAPUA BARAT.

Tidak dibenarkan apabila pihak pimpinan PT. Freeport McMoRan Copper & Gold Inc di USA, pimpinan PT. Freeport Indonesia dan Pemerintah Indonesia merekomendasikan persoalan Hak Ulayat ini kepada pihak militer TNI dan POLRI bekerjasama dengan FBI dengan melibatkan Kopasus, Badan Inteligen Negara, Jihat, dll untuk gagalkan tuntutan SAHAM atas Hak Ulayat WASE Tembagapura yang telah diajukan oleh DAP POKJA Marga Wamuni dengan alasan mengamankan alat-alat vital PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua Barat.

SAHAM PT. Freeport yang dituntut segera diberikan langsung kepada MARGA WAMUNI tidak melalui lembaga suku, lembaga agama ataupun lembaga pemerintah berdasarkan kepemilikan dusun, lihat sejarah adat Marga Wamuni.

Kurang lebih 150 marga di sekitar areal konsesi PT. Freeport agar segera membentuk DAP POKJA per Marga untuk menyiapkan asal-usul sejarah adat per Marga, Mendata jumlah jiwa per Marga dan melakukan pemetaan batas-batas wilayah adat per Marga untuk menentukan pemiliknya sebagai aset Pembangunan Masa Depan Marga untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia di Jakarta melalui masing-masing Pemerintah Daerah, baik itu Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika, Pemerintah Daerah Kabupaten Paniai, Pemerintah Daerah Kabupaten Puncak Jaya dan Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Papua diminta agar segera menyiapkan Peraturan Daerah Khusus sesuai amanat OTSUS Papua tentang Pengembalian Status Kepemilikan Tanah Adat kepada Marga Papua Barat Asli sebagai pemilik Hak Ulayat Abadi berdasarkan sejarah adat per marga. Kepemilikan Tanah Adat bukan milik Suku dan Negara. Mereka (Suku dan Negara) itu cukup hanya sampai di pengawasan saja. Kalau semua jadi perampas hak ulayat, siapa yang kontrol?

Semua pihak di Papua Barat diminta agar wajib menegakkan, memajukkan, melindungi, menghormati, dan saling mengakui hak-hak masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat.

HAK ULAYAT WASE MILIK MARGA WAMUNI TEMBAGAPURABERDASARKAN ASAL-USUL SEJARAH ADAT WASE WEST PAPUA

Oleh Yonathan Wamuni, Kepala Suku/Marga Wamuni

A. LATAR BELAKANG (KHUSUS MARGA WAMUNI DI WASE).

Asal usul Marga Wamuni pertama-tama ada seorang laki-laki Wamuni yang bernama: OGOAMAKINOGABEGA WAMUNI dan dia seorang diri berada di WASE. Dan benda-benda yang ia punyai adalah sebagai berikut: Babi Putih Betina 1 ekor, dan Busur dan anak panah (Mina Buih). Selanjutnya babi tersebut lepas dari tuannya OGOAMA KINOGABEGA WAMUNI masuk dalam Gunung Wase. Istilah dalam bahasa Moni (Tau Wogo) artinya Babi Setan. Laki-laki OGOAMA KINOGABEGA WAMUNI ini tinggal di WASE.

Setelah ia tinggal, ia melahirkan tiga orang anak laki-laki, yaitu: 1. NAGAKINAGA WAMUNI, laki-laki pertama, 2.INIGA KINIGA WAMUNI, laki-laki kedua, 3. INIGI KINIGI WAMUNI, laki-laki ketiga. Mereka tiga bersaudara dari Marga Wamuni ini bersama Bapak mereka OGOAMA KINOGABEGA WAMUNI tinggal bersama yang sekarang disebut Kampung Banti dan Jimbatapa. Lalu di kampung Wase, mereka sepakat membuka lahan untuk membuat kebun.

Lalu mereka membersikan lahan tetapi tidak ada sesuatu yang mereka bisa tanam untuk tanaman di kebun dan juga tidak ada orang sama sekali di sekitar WASE BANTI untuk meminta sesuatu bibit sama mereka untuk ditanam di kebun itu, sehingga mereka tiga orang laki-laki Wamuni ini sepakat untuk membunuh ADIK LAKI-LAKI BUNGSU yang namanya INIGI KINIGI WAMUNI dan mereka bunuh dan potong-potong serta iris-iris dagingnya lalu hamburkan di dalam kebun yang sudah dibersihkan. Lalu besok paginya mereka melihat tanaman itu jadinya TANAMAN KELADI (WAA). Dan tadi Wamuni mereka tiga orang bersaudara tetapi sekarang tinggal hanya dua orang bersaudara, karena adik bungsu yang bernama INIGI KINIGI WAMUNI sudah dibunuh, dan jadi tanaman Keladi.

Setelah itu, kedua bersaudara NAGA KINAGA WAMUNI dan INIGA KINIGA WAMUNI mereka berdua, karena kehilangan adik bungsu mereka, dan kaka pertama NAGAKINAGA WAMUNI mengatakan bahwa kita harus berduka lalu ia perintahkan adiknya INIGA KINIGA WAMUNI bahwa suruh bakar kayu yang ia simpan namanya HAYEBOTAGI untuk mereka membuat tungku api tetapi permintaan mereka ditolak. Dengan demikian terjadilah KERIBUTAN, PERTENGKARAN dan BAHU PUKUL lalu mereka bubar. NAKAKINAGA WAMUNI lari menuju ke DUMADAMA, JASIGA DAN AROANOP. Dan saudaranya INIGA KINIGA WAMUNI dia tinggal tetap di WASE (Banti), Jimbatapa dan Kugumugu. Dan ia melahirkan beberapa orang lagi dan mereka menduduki daerah pertama yang bapak mereka wariskan yaitu DAERAH WASE/BANTI, JIPATAPA, DAN GUNUNG KUGUMUGU. Dan ia melahirkan beberapa orang lagi dan mereka menduduki daerah pertama yang Bapak mereka wariskan yaitu daerah WASE, Banti, Jimbatapa di Tembagapura. Dan selanjutnya keturunan kami Wamuni yang sekarang adalah WASE (BANTI) seperti BAPAK TUA KOAOMBO WAMUNI, BILIMBABO WAMUNI, DAN KEPALA KAMPUNG WASE (BANTI) YANG SEKARANG.

Jadi daerah Wase-Banti adalah milik kepunyaan WAMUNI serta segala sesuatu yang ada di WASE, BANTI. Daerah-daerah ini adalah asal-usul Marga Wamui entah segala sesuatu yang ada di WASE Banti dan penghasilan tambang PT. Freeport Indonesia yang dikelola ini semuanya HAK MILIK MARGA WAMUNI, maka itu kami mengatakan bahwa yang sisa dan ampas itu kami punya orang lain sudah makan dan kenyang. Maka itu atas dasar ini kami mengatakan kami punya. Oleh sebab itu kembalikanlah HAK KAMI yang “PADA DASARNYA, KAMI PUNYA UNTUK KAMI dan ORANG LAIN PUNYA UNTUK ORANG LAIN”.

B. MARGA WAMUNI BERSAMA MARGA-MARGA LAIN DI WASE

Setelah Marga Wamuni tersebar di daerah WASE/BANTI ada beberapa marga lain yang hidup bersama-sama disana sampai saat ini; seperti : NATKIME, WAMUNI, JAMANG, OMALENG, OMABAK, BUKALENG, & MAGAL. Wase (Banti)-Jimbatapa-Kugumu adalah kepunyaan nenek moyang Marga Wamuni. Itulah asal-usul terjadinya MARGA WAMUNI serta berkembang sampai sekarang, ini merupakan pelurusan sejarah adat, kepemilikan hak ulayat yang kekayaan alamnya dikelola PT. FI dari tahun 1936 hingga sampai tahun 2005.

C. PERSOALAN SERIUS TERLUKIS DALAM BAGAN DI BAWAH INI.

Keterangan:

Penjual (NKRI), Pembeli (Amerika Serikat) dan Juru Potong Daging Babi (Karyawan/ti Freeport dan Kontraktor lainnya) yang bekerja di areal konsesi Freeport, sedangkan Pemilik Babi (Marga Wamuni) menjadi penonton setia di atas tanah leluhur kami sendiri di Wase-Jipatapa-Kugumugu, sekarang disebut Kampung Banti Tembagapura, Papua Barat.

GRASBERG DISERAHKAN SECARA PAKSA

Marga Wamuni terusir dari Wase akibat pengkondisian TNI untuk mengamankan alat-alat vital PT Freeport dari gangguan tuntutan Hak Ulayat. Semua tuntutan Hak Ulayat Marga Wamuni dinilai gerakan OPM menghalangi kegiatan PT. Freeport.

Gunung terkaya yang satu ini telah diserahkan secara paksa kepada Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat tanpa koordinasi Masyarakat Adat secara menyeluruh terutama Marga Wamuni sebagai pemilik Hak Ulayat Wase yang sekarang disebut Banti ini untuk kepentingan kegiatan PT. Freeport di Tembagapura, Papua Barat.

HAK ULAYAT MARGA WAMUNI DITUNTUT DARI PERAMPASANNYA Telah terbentuk Dewan Adat Papua (DAP) Kelompok Kerja (POKJA) Marga Wamuni 14 Pebruari 2005 untuk membebaskan Hak Ulayat dari Perampasannya. Mengapa, dalam kontrak karya PT. FI diakui Suku Amungme dan Kamoro saja yang mempunyai hak Ulayat di sekitar areal konsesi PT. Freeport Indonesia? Semua daging dan darah mama Marga Wamuni sudah dimakan habis oleh Suku dan Negara di Tembagapura. Kembalikan hak kami ini kepada MARGA WAMUNI di WASE karena sekarang tinggal tulang dan ampas saja.

Kami sangat mengharapkan dukungan kampanye dari semua pihak untuk memperkenalkan, mempertahankan, melindungi, dan membebaskan Hak Ulayat dari perampasannya.

Itawadimee Servius Kedepa Amoye









About this ylsmkomopa web
Contact Us
ylsmkomopa@yahoo.com

0 komentar Berita:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com